Trip to Sumba (Day 2) : Danau Weekuri, Pantai Mandorak, dan Pantai Waikelo

Danau Weekuri

Setelah perjalanan panjang sekitar 2 jam dari Pantai Bwanna, kami tiba di Danau Weekuri. Sejak awal, kami berencana untuk berenang di sini. Sudah nyiapin kasur pelampung dan pompanya buat seru-seruan. Cuma karena aku nggak terlalu mahir berenang, agak was2-was juga kalau danaunya dalam. Setelah berganti baju dan memompa pelampung, kami menuju danau. Suasananya asri sekali. Air yang jernih berwarna gradasi biru dikelilingi pepohonan hijau yang rindang. Dipinggir tempat kami turun ada karang yang cukup tajam. Jadi saat melepas alas kaki harus hati-hati agar kaki tidak terluka. Sudah ada wisatawan lokal di sana yang sedang berenang dan ada juga yang lagi duduk bersantai di pinggir danau sambil menyantap makan siang.
Keindahan Danau Weekuri
Kalau ngeliat orang-orang sih kelihatan nggak dalam ya, pas coba nyebur ke airnya ternyata memang nggak dalam, hanya sepinggang sampai sedada orang dewasa. Katanya beruntung saat itu air lagi pas banget, nggak terlalu pasang dan nggak terlalu surut juga. Karena kalau lagi surut airnya terlalu dangkal nggak bisa buat berenang. Oh iya, kenapa danau ini ada pasang surutnya karena posisinya yang tepat berada di pinggir pantai, hanya dipagari oleh batu karang saja. Kalau lagi ombak besar, keliatan airnya merembes dari sela-sela karang.
Dibalik karang ini merupakan laut lepas 
Airnya begitu tenang, jernih dan segar banget. Dasar danaunya juga merupakan pasir putih seperti di pantai. Ditambah pepohonan sekelilingnya menambah indah danau ini. My favorite nature pool so far.
Jernih bangettttt.
Puas menikmati kesegaran airnya, kami memilih bersantai di atas kasur pelampung. Karena airnya tenang tidak ada ombak seperti di laut, jadinya bener-bener berasa lagi tiduran di atas air. Seru banget pokoknya. Walapun cuaca saat itu cukup terik, tidak mengurungkan niat kami untuk berlama-lama disini. Kulit yang menghitam bisa kembali normal lagi seiring waktu. Tapi kesempatan untuk kesini lagi ntah kapan akan terulang. My quote of the day. Hehe..
Sleeping on the water. :-p
Say Hi..!!!
Bersama anak-anak nakal tapi baik hati. :-)
Cukup lama kami disini, sekitar 2 jam. Setelah ganti baju, kami menikmati air kelapa yang dijual di lokasi. Seger banget dan isinya juga masih muda dan lembut. Awalnya mau sekalian makan siang disini, cuma karena langsung nyebur ke danau jadi lupa. Jadinya kami berencana makan di Pantai Mandorak yang menjadi tujuan kami selanjutnya yang jaraknya cukup dekat, sekitar 1-2 km saja.

Pantai Mandorak

Tiba di pantai Mandorak, kami di sambut oleh sejumlah pemuda yang sedang main kartu di sebuah pondok. Raut mukanya tidak terlalu wellcome dengan kedatangan kami. Kemudian seorang pemuda menghampiri dan meminta uang masuk 50 ribu tampa embel-embel uang donasi atau mengisi buku tamu.
Pantai Mandorak
Pantai Mandorak ini tergolong unik. Pantainya cukup kecil, hanya sebesar halaman rumah. Ada batu karang yang melindungi pantai ini dari gempuran ombak yang cukup besar. Sehingga pantai ini tampak seperti sebuah cekungan alami untuk menjadikan pantai ini seperi pantai pribadi. Di dalam lokasi ini juga ada sebuah bangunan resort beratap khas Sumba. Menurut keterangan Om Piet, resort ini milik orang asing (lupa negara mana) yang sedang nggak ada di tempat.

Ingin melihat pantai ini dari sudut berbeda, saya naik ke atas karang-karang tersebut melalui sisi kanan pantai. Karangnya cukup tajam, beberapa kali sendal yang aku pakai nyangkut seperti kecucuk duri. Sehingga harus super hati-hati agar tidak tersandung. Jangan coba-coba jalan di karang ini tanpa alas kaki. Kecuali kalau bisa debus ya. Hehe.
Karang yang cukup tajam
Pemandangan dari sini juga nggak kalah indahnya. Aku bisa ngeliat ombak-ombak besar datang menghantam batu karang yang menutupi pantai Mandorak. Cukup menantang, karena air pecahan ombak bisa seperti air mancur saking kencangnya. Harus hati-hati banget biar nggak kepleset kebawah.
 
Ombak besar
one word, Beautiful!!
Sembari aku foto-foto, temenku si Bunga memilih makan siang di pinggir pantai. Saat mulai makan, tiba-tiba banyak anak kecil datang nyamperin minta uang. Bahkan ada yang menyebut nominal 50 ribu. Alasannya buat beli buku, buat beli pensil, dsb. Karena dari awal kami nggak mau ngasih uang jadi si Bunga nolak secara halus. Tapi anak-anak tersebut terus meminta dan nungguin sambil ngeliatin si Bunga makan. Karena risih, bunga nggak jadi makan disitu. Langsung dibungkusin makanannya dan manggil aku yang lagi sibuk foto untuk segera meninggalkan lokasi ini.

Sungguh disesalkan ya, padahal pengen lama-lama disini. Cuma karena udah ada perasaan nggak nyaman, terpaksa harus meninggalkan tempat ini lebih cepat. Saat itu masih jam 5 dan kami langsung kembali ke kota Waitabula dan makan siang di dalam mobil. No matter what, Mandorak is still awesome place. Semoga lokasi ini bisa berbenah dan membuat wisatawan nyaman. Pantai yang cukup potensial untuk dikembangkan. :-)

Karena masih sore, kami berencana mencari lokasi lain yang bisa dikunjungi terutama yang bisa melihat sunset. Akhirnya pilihan jauh pada Pantai Waikelo yang hanya 10 menit dari Kota Waitabula. Di pantai ini terdapat pelabuhan waikelo yang sore itu tampak beberapa kapal sedang bersandar.

Pelabuhan Waikelo
Sepanjang menuju lokasi banyak pemukiman penduduk. Kami berhenti di area parkir pelabuhan dan duduk di pinggir untuk melihat pantai dan aktivitas warga sekitar dari atas. Sore itu banyak sekali anak-anak lagi bermain di pantai. Sedangkan ibu-ibunya sedang sibuk mencuci baju. Pantainya cukup landai dan pasirnya putih. Banyak perahu nelayan sedang bersandar. Aku mencoba mengabadikan aktivitas warga disini. Walaupun pemandangannya nggak terlalu wow, tapi melihat kegiatan warga di pinggir pantai menjadi pengalaman yang mengasyikkan juga. 
Anak-anak warga sekitar sedang bermain di pantai
Saat di pantai, aku dan bunga ngobrol tentang perjalanan kita besok yang harus pindah tempat. Rencananya kita akan menempuh perjalanan ke Sumba Barat sampai Sumba Timur. Om Piet masih belum memberikan kepastian kesanggupannya untuk mengantar kami ke rute selanjutnya. Beliau banyak tidak tahu lokasi yang kami tuju. Aku mencoba menelpon Bang Jonny (driver yang ketemu di bandara tambolaka) menanyakan kesediaannya dan berapa harga yang ditawarkan. Karena lokasinya jauh, kami deal dengan harga 800ribu perhari. Kecuali hari terakhir yang cuma setengah hari jadi 500 ribu saja.

Sunset disini tidak terlalu jelas karena matahari tertutup bukit. Tapi semburat warna oranye di langit cukup membuat suasana di pantai menjadi lebih syahdu.
Sunset di waikelo

Setelah matahari menghilang dari balik bukit, kami menuju ke Resto Gula Garam lagi untuk makan malam. Kemudian balik ke hotel dan nggak lupa foto sama Om Piet karena besok kami sudah berganti driver. Sebelum Istirahat, kami beres-beres barang karena besok harus check out dari Sinar Tambolaka. Long journey will start tomorrow. Can’t Wait.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling ke Singapura. Gampang banget dan seru.

Manortor bersama Patung Sigale-gale di Pulau Samosir

Trip to Sumba (Day 2) : Pantai Bawana